Subulussalam- Aceh – Menyedihkan situasi di Kampong Bukit Alim, Kecamatan Longkib, Kota Subulussalam, kini memanas setelah proyek drainase yang seharusnya rampung justru terbengkalai. Polemik semakin membesar ketika Kepala Desa Bukit Alim, Jamsari, secara blak-blakan mengeluhkan tumpukan beban di desanya, dari anggaran minim, proyek titipan, hingga honor perangkat desa yang belum dibayar selama sembilan bulan.
Awalnya enggan memberi keterangan karena alasan hari libur, Kades Jamsari akhirnya angkat suara. Namun, keterangannya justru menambah deretan tanda tanya. Ia menyebut proyek drainase tersebut bukan dibiayai dari dana desa, melainkan dana aspirasi pribadinya. “Itu dana aspirasi pribadi saya, bukan dana desa,” ujarnya pada Sabtu,( 3/05/2025).
Pernyataan ini segera dibantah keras oleh Ketua BPG Bukit Alim, Musdin, dan Sekretaris Desa, Ripai Ardiansyah Pasaribu ke berbagai sumber medya online. Mereka menyatakan bahwa proyek tersebut merupakan bagian dari anggaran tahun 2024 yang dialihkan ke 2025. “Itu tidak mungkin dana pribadi kepala desa. Kami tidak pernah membahas proyek itu dalam Musdes,” ujar Musdin, bahkan menduga tanda tangannya telah dipalsukan dalam dokumen proyek.
Kebingungan bertambah saat Jamsari berdalih tidak mengenal empat orang yang mendatanginya terkait proyek tersebut, dengan menyebut usia tuanya sebagai alasan. “Saya tidak kenal mereka, usia saya sudah 62 tahun, maklum sudah tua,” kilahnya dengan nada santai.
Namun pernyataan yang paling mencengangkan datang saat Jamsari kepala desa Bukit Alim mengungkapkan kekecewaannya terhadap banyaknya “program titipan” yang masuk ke desa. Ia menyebutkan bahwa dengan anggaran desa hanya sekitar Rp700 juta per tahun, desa tidak sanggup menjalankan semuanya. “Program titipan terlalu banyak. Bahkan honor perangkat desa sudah sembilan bulan belum dibayar,” ungkapnya.
Lebih jauh, Kades Jamsari menunjukkan sikap apatis dan frustrasi: “Tak masalah lagi, tak jadi kepala desa, seratus kalipun diberitakan tak jadi soal.” Pernyataan ini mencerminkan jeritan kelelahan dan ketidakberdayaan seorang kepala desa di tengah carut-marutnya sistem pengelolaan anggaran dan intervensi program dari luar.
Rentetan pernyataan saling bertentangan antara kepala desa dan perangkat lainnya memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa. Proyek drainase yang mangkrak hanyalah satu contoh dari kekacauan yang lebih besar. Kasus ini mendesak adanya pengawasan dari Dinas Inspektorat dan audit menyeluruh agar kebenaran terungkap dan masyarakat tidak terus menjadi korban tata kelola yang amburadul. APH jangan terlibat program titipan dari kegiatan yang bersumber Dana Desa. Dana Desa murni untuk membangun dan mensejahtrakan desa.Dugaan Korupsi Dana Desa Subulussalam: Program Titipan Rugikan Warga, Keterlibatan Oknum Aparat Diduga Kuat
Dugaan praktik korupsi dana desa kembali mencuat di Kota Subulussalam, Aceh. Sejumlah program titipan senilai lebih dari Rp 6 miliar diduga kuat bukan hasil musyawarah desa (musdes) maupun Musrenbang, melainkan disusupi oleh oknum aparatur kampung dan diduga melibatkan Oknum aparat penegak hukum (APH).
Salah satu program yang paling disorot adalah pelatihan keterampilan warga desa senilai Rp 2,4 miliar, yang dilaksanakan oleh lembaga baru tanpa akreditasi dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Lembaga pelaksana tercatat baru berdiri pada Desember 2024 dan tidak tercantum dalam rencana kerja desa.
Koordinator Tenaga Ahli Pendamping Desa se-Kota Subulussalam, Drs. Hawari, serta Kepala DPMK, menyatakan bahwa program-program tersebut tidak pernah tau dirancang ataupun disepakati di tingkat desa. Hal ini dikuatkan Koorkot Tenaga Ahli Pendamping desa pada sejumlah medya online.
Program Titipan Diduga Diperkuat oleh Oknum APH
Ketua LSM Aliansi Peduli Indonesia (API), Adi Subandi, menyebutkan bahwa dugaan program-program titipan tersebut sarat kepentingan dan diduga melibatkan banyak pihak.
Dari sumber lainnya Oknum dari Kejaksaan Negeri Subulussalam dikabarkan kecipratan anggaran dana desa. Berdasarkan Informasi yang dihimpun menyebutkan adanya aliran dana sebesar Rp 4 juta dari 82 desa untuk program yang dibungkus sebagai kegiatan pendampingan hukum serta sosialisasi lainnya.
Kasi Datun Kejaksaan Negeri Subulussalam, Wawan Kurniawan, SH, membantah adanya pembebanan keuangan desa, meskipun program yang melibatkan 5 desanya itu. Ia juga hanya mengetahui sesuai dengan bidangnya Kasi Datun. (Sumber suaraindo.Id)
Tindak Lanjut Mandek, Kajati Aceh Didorong Ambil Alih
Meski laporan resmi telah dilayangkan API ke Kejari Subulussalam dan Kajati Aceh, hingga kini belum ada tindakan konkret. Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, Supardi, SH, mengaku baru sebatas berkoordinasi dengan DPMK dan Inspektorat. Sementara Plt. Kasipidsus Kejari, I.K Daulai, SH, menyebut belum membentuk tim investigasi.
Adi Subandi mendesak agar Kajati Aceh turun tangan. “Jika terus dibiarkan, dugaan program titipan senilai total lebih dari Rp 6 miliar ini akan terus merugikan pembangunan desa dan keuangan negara,” ujarnya. Ia juga menyebut masih ada potensi tambahan dana program siluman sebesar Rp 77 juta per desa untuk 82 desa yang Dititipkan belum dikaji.
Pengakuan Kepala Desa: Program Titipan, Anggaran Minim, Beban Berat
Kepala Desa Bukit Alim, Jamsari, secara terbuka menyampaikan beban desanya akibat program titipan. Dengan anggaran yang terbatas dan tunggakan honor perangkat selama sembilan bulan, pelaksanaan program itu makin memperburuk kondisi pembangunan desa.
Sementara itu, Inspektorat Kota Subulussalam hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan korupsi dana desa tersebut.(Inv.tim)